TUGAS TERSTRUKTUR
|
DOSEN PENGASUH
|
Psikologi
Pendidikan Islam
|
Dr. Hj. Romdiyah, M. Pd
|
KERJASAMA ORANG TUA DAN SEKOLAH
DALAM PEMBINAAN ANAK
(Tinjauan Islam dan Psikologi)
Oleh:
IDRUS : 1502521472
|
NORMALIANA : 1502521465
|
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI ANTASARI
PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Kerjasama artinya
melakukan sesuatu kegiatan yang serupa atau tidak berbeda, tidak berlainan.
Dari pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa kerjasama adalah melakukan
suatu kegiatan yang serupa secara bersama-sama atau berkelompok, kerjasama yang
dimaksud dalam makalah ini adalah kerjasama antara orang tua dan sekolah yang
dilakukan secara bersama-sama dalam rangka pembinaan anak didik.
Pembinaan
dapat diartikan suatu proses pembuatan, pembaharuan, penyempurnaan, usaha,
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Sistem pendidikan
Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan pantauan orangtua. Orangtua dan sekolah harus
benar-benar memperhatikan setiap hubungan yang terjalin. Maka dari itu perlu adanya kerjasama antara
orang tua dan sekolah dalam pembinaan anak.
Berikut ini akan dibahas mengenai kerjasama antara orang tua dan sekolah dalam
pembinaan anak ditinjau dari agama Islam dan psikologis, serta bentuk-bentuk
kerjasamanya. Semoga bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KERJASAMA
ORANG TUA DAN SEKOLAH DALAM PEMBINAAN ANAK TINJAUAN ISLAM
Allah
Swt menganugerahkan potensi, bakat dan kemampuan seperti berpikir, berbahagia,
mengindra, dan lain sebagainya pada diri manusia ketika
berada dalam rahim. Setelah manusia lahir atas hidayah Allah segala potensi dan
bakat itu berkembang, dengan potensi tersebut manusia belajar dari keluarga,
sekolah dan lingkungan masyarakat. Kondisi awal manusia dan proses pendidikan
tersebut diisyaratkan oleh Allah dalam Alquran surah An-Nahl ayat 78, sebagai
berikut:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا
تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.
Artinya: “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”
Seorang individu
pertama kali dalam kehidupannya memperoleh pendidikan dilingkungan keluarganya.
Pendidikan yang diterima di keluarga merupakan dasar dari pendidikan, kemudian
dilanjutkan di sekolah dan di masyarakat. Sebagai mana yang dijelaskan oleh
Zakiah Daradjat bahwa keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak, jika dalam suasana keluarga itu baik dan
menyenangkan maka anak akan tumbuh dengan baik pula, jika tidak, tentu akan
terhambat pertumbuhan anak tersebut.[1]
Anak adalah amanah
Allah SWT yang wajib dipertanggung jawabkan di mana tanggung jawab itu tidaklah
ringan sehingga tidak boleh di abaikan begitu saja, sebagai mana yang di
ungkapkan oleh Al-Hamdi Muda’im bahwa Anak adalah amanat Allah SWT yang
harus di emban dengan baik oleh setiap orang tuanya. Mulai dari kecil sampai
dewasa orang tua berkewajiban membimbing, mengarahkan dan mendidik menuju
pemahaman ajaran agama Islam. Sebab baik atau tidaknya anak setelah dewasa
banyak ditentukan oleh keberhasilan orang tua membimbing semenjak anak itu
masih kecil.[2]
Orang tua harus mampu
menciptakan suasana belajar dalam keluarga dalam rangka membina anaknya agar menjadi
lebih baik dan tidak menyimpang dari fitrahnya. Sebagaimana
sabda Rasulullah Saw:
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى
اْلفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Setiap
anak yang lahir, dia terlahir atas fithrah, maka tergantung kedua orang tuanya
yang menjadikan dia orang Yahudi, Nashrani, atau Majusi. (HR. Al-Bukhari)
Ahmad Tafsir, mengatakan orang tua
adalah pendidik utama dan pertama dalam hal menanamkan keimanan bagi anaknya[3].
Mappanganro juga berpendapat, orang tua merupakan pendidik
pertama dan utama dalam rangka pembinaan pertumbuhan dan perkembangan anak dan
begitu pula agar rumah tangga merupakan tempat pertama dan utama dalam usaha
menanamkan akhlak mulia terhadap anak.[4]
Orang
tua merupakan sosok yang paling bertanggung jawab terhadap pembinaan anak, hal
ini terdapat pada Alquran surat At-Tahrim ayat 6, sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Dalam melaksanakan kewajibannya sebagai orang tua,
orang tua dibolehkan memukul anaknya dalam rangka pembinaan anak agar menjadi insan
kamil. Sabda Rasullulah Saw:
مُرُوْا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ
أَبْنَاءُ عَشْرٍ
Artinya: “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan
shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah
mereka jika melalaikannya, ketika mereka berusia sepuluh tahun…” (HR. Abu Dawud).
Hadits ini
menunjukkan kebolehan memukul anak untuk tujuan pendidikan karena terjadi
pelanggaran syariat, di usia dimana anak siap untuk menerima pukulan dan
mengambil pelajaran darinya (yakni di usia 10 tahun tersebut). Dan sebenarnya
perkara memukul anak saat ia tidak mau shalat, bukan hanya karena dia
meninggalkan shalat saja, tetapi juga jika sikapnya meremehkan
syarat-syaratnya, rukun-rukunnya dan wajibnya. Jika mereka lalai dalam sebagiannya,
maka kita kuatkan lagi nasehatnya, diajarkan terus menerus. Jika masih juga
lalai, boleh diperingatkan dengan pukulan hingga shalatnya benar.
Kegiatan pembelajaran
bukan saja tanggung jawab guru di sekolah, tetapi juga merupakan tanggung jawab
semua pihak termasuk orang tua peserta didik. Orang tua merupakan pendidik
utama dan pertama bagi peserta didik, karena dari merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan. Sekolah
hanyalah sekedar membantu orang tua dalam membina anaknya agar menjadi lebih baik.
Guru perlu menyadari
bahwa ia melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah dan orang tua peserta
didik. Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab itu,
pendidik harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri. Ia
harus berusaha dengan ikhlas agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya
secara maksimal. Pendidik tidak boleh merasa benci kepada peserta didik karena
sifat-sifat yang tidak disenanginya.
Kecenderungan anak untuk meniru guru dan orang
tua karena mereka menganggap orang tua dan guru merupakan tokoh yang
perlu mereka tiru dalam kehidupannya,[5]
sehingga sikap dan perbuatan yang dilakukan oleh orang tua di rumah sering pula
dilakukan oleh anaknya apa bila hal tersebut diketahuinya. Para ahli jiwa
berpendapat bahwa “dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung.[6]
Justru itu orang tua harus mempertimbangkan
sikap dan perbuatan sehari- hari di depan anak-anaknya, karena tindakan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan dan kepribadian anak melalui pengalamannya,
sebagai mana yang di ungkapkan oleh Zakiah Daradjat: “Pembinaan anak akan
terjadi melalui pengalaman dan kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh
orang tua dimulai dari kebiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral
yang ditiru dari orang tuanya dan mendapat latihan-latihan untuk itu”.[7]
Guru dan orang tua pada hakekatnya memiliki tujuan yang sama
dalam pendidikan anak, yaitu mendidik, membimbing, membina serta memimpin
anaknya menjadi orang dewasa serta dapat memperoleh kebahagiaan hidupnya baik
di dunia maupun di akhirat kelak. Seorang guru akan senang melihat siswanya,
ketika siswanya tersebut memiliki prestasi. Dan demikian pula orang tua akan
lebih senang lagi bahkan bangga ketika anaknya memiliki prestasi. Karena itu
guru dan orang tua memiliki tujuan yang sama dalam mendidik.
Untuk dapat mewujudkan harapan tersebut, tentunya harus ada
kerjasama yang baik antara guru dan orang tua. Kerjasama yang baik antara guru
dan orang tua sangat penting karena dua pihak inilah yang setiap hari
berhadapan langsung dengan siswa. Jika kerja sama antara guru dan orang tua
kurang, maka pendidikan tidak akan berjalan dengan baik bahkan pendidikan yang
direncanakan tersebut tidak akan berhasil dengan baik. Kerjasama antara
orang tua dan guru akan mendorong siswa untuk senantiasa
melaksanakan tugasnya sebagai pelajar, yakni belajar dengan tekun dan
bersemangat.
Selanjutnya, Interaksi yang baik antara orang tua dan guru
yang benilai informasi tentang situasi dan kondisi setiap siswa, akan
melahirkan suatu bentuk kerja sama yang dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa baik di sekolah maupun di rumah. Hubungan kerja sama tersebut sangatlah
penting. Sebab dengan adanya kerjasama tersebut orang tua dan guru dapat
mengetahui kondisi siswa baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah.
Dalam hal ini guru dapat memperoleh informasi dari orang tua, bagaimana siswa
tersebut ketika berada dirumah, apakah dirumah siwa mengulang pelajaran atau
tidak dan sebagainya. Demikian juga orang tua juga dapat memperoleh informasi
dari guru yaitu tentang bagaimana kemajuan siswa tersebut dalam belajar dan
bagaimana sikap seorang siswa tersebut ketika dilingkungan sekolah.
Namun, yang terjadi dalam prakteknya adalah ada sebagian
orang tua yang beranggapan bahwa setelah anak dimasukkan dalam lingkungan
sekolah, maka tanggung jawab diserahkan oleh guru seutuhnya. Padahal hal
tersebut adalah tindakan yang salah. Orang tua yang berhadapan langsung dengan
siswa di rumah, memiliki peran yang tidak kalah penting bahkan jauh lebih besar
dari guru. Sebagian besar waktu siswa habis di rumah bukan di sekolah. Di
sekolah siswa belajar antara 6 hingga 7 jam sedangkan sisanya banyak dihabiskan
di rumah. Oleh karena itu, sangat tidak pantas jika orang tua menyerahkan semua
tanggung jawab kepada guru di sekolah. Meskipun wacana akan diadakannya 8
jam belajar di sekolah atau nantinya akan diberlakukan full day school, tanggung
jawab orang tua sebagai pendidik dan pengasuh akan tetap berlaku.
Waktu yang dimiliki guru untuk mendidik siswa di lingkungan
sekolah sangat terbatas. Bahkan seorang guru dalam prakteknya dilingkungan
sekolah harus memperhatikan banyak siswa. Tentunya hal ini tidaklah mungkin
dilakukan jika orang tua menyerahkan semuanya tentang kemajuan siswa ditangan
guru seutuhnya. Dan sangat tidak mungkin jika guru hanya memperhatikan
satu siswa saja. Contoh guru bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI) setiap
masuk ke kelas mengajak siswanya salat dhuhur di sekolah. Guru juga berpesan
pada siswa untuk salat ketika di rumah. Namun, ternyata orang tua tidak
melanjutkan untuk mengajak anak salat di rumah. Hal ini tentunya membuat anak tidak
disiplin dalam beribadah salat hingga akhirnya salat hanya menjadi teori
pelajaran bagi anak di sekolah.
Contoh di atas tersebut membuktikan kepada kita bahwa
kerjasama antara orang tua dan guru sangatlah penting. Guru di sekolah mendidik
dengan sepenuh hati, demikian pula orang tua sepenuh hati mendidik anaknya di
rumah. Bukan zamannya lagi jika orang tua berkata menyerahkan tugas dan
tanggungjawab pendidikan anaknya kepada guru dan berharap guru dapat menjadikan
anaknya pintar dan berakhlak mulia, namun orang tua tidak turut ikut campur
tangan mendidik anaknya.
Orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap anaknya
bukan saja hanya menyiapkan makan, pakaian dan tempat tinggal. Namun lebih dari
itu, orang tualah yang sesungguhnya menjadi pendidik utama bagi anak-anaknya.
Hal inilah yang belum disadari oleh sebagian besar masyarakat. Karena
itu, tentu akan lebih baik jika guru rutin mengadakan pertemuan dengan orang
tua siswa untuk melakukan konsultasi terhadap kemajuan dan masalah yang dihadapi
oleh anak tersebut. Dalam kegiatan konsultasi tersebut, orang tua yang satu
dengan yang lain bisa saling bertukar cerita atau masalah yang dihadapi anaknya
masing-masing. Saling memberi masukan dan mencari pemecahan masalah bersama.
Guru juga bisa menyampaikan hal-hal baru yang harus dilakukan orang tuanya di
rumah saat mendampingi anak-anaknya. Bahkan, sangat baik jika sekolah
memfasilitasi setiap kali pertemuan guru dan orang tua, didatangkan pembicara
yang merupakan ahli dalam pendidikan. Pengetahuan orang tua siswa dalam
mendidik anak akan bertambah. Pendidikan pada siswa akan membuahkan hasil lebih
baik. Karena itu, Guru dan orang tua sebenarnya sama-sama memiliki kewajiban
untuk menyukseskan belajar siswa. Untuk itu, baik guru maupun orang tua harus
sama-sama aktif mempererat kerjasama di antara keduanya. jika kerjasama antara orang
tua orang tua dapat terjalin dengan baik, maka sedikit demi sedikit pendidikan
di Indonesia akan semakin memiliki kualitas yang baik dan tujuan pembelajaran
yang direncanakan dapat tercapai dengan optimal.
B. KERJASAMA
ORANG TUA DAN SEKOLAH DALAM PEMBINAAN ANAK TINJAUAN PSIKOLOGI
Secara
psikologis keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat
tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin
sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling rnemperhatikan, dan saling
menyerahkan diri. Sedangkan secara pedagogis keluarga adalah satu persekutuan
hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang
dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri.[8]
Pendidikan
dalam keluarga dilakukan oleh kedua orang tua. Orang tua pendidik pertama dan
utama dalam melakukan pembinaan terhadap anak. Hal ini sesuai dengan teori John Locke bahwa anak laksana
kertas putih bersih yang di atasnya dapat ditulis apa saja menurut keinginan orang
tua dan para pendidik, atau laksana lilin lembut yang dapat dibentuk menjadi
apa saja menurut keinginan pembentuknya. Untuk membentuk anak-anak yang baik,
dan cakap dalam kehidupannya, tangan-tangan orang tualah yang dapat
menentukannya.
Sudah sewajarnya bahwa
keluarga, terutama orang tua memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa
kasih sayang. Perasaan kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua
untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya, secara alami, tidak karena
dipaksa atau disuruh oleh orang lain. Demikian pula, perasaan kasih sayang orang
tua terhadap anaknya adalah kasih sayang sejati, yang timbul dengan spontan,
tidak dibuat-buat. Di rumah anak menerima kasih sayang yang besar dari orang tuanya.
Menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang tuanya. Sedangkan sekolah adalah
buatan manusia.
Sekolah didirikan oleh masyarakat atau negara
untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberi
bekal persiapan hidup bagi anak-anaknya. Untuk mempersiapkan anak agar hidup
dengan cukup bekal dengan kepandaian dan kecakapan dalam masyarakat yang
modern, yang telah tinggi kebudayaannya seperti sekarang ini, anak-anak tidak
cukup hanya menerima pendidikan dan pengajaran dari keluarganya saja. Maka dari
itulah, masyarakat atau negara mendirikan sekolah-sekolah. Guru sebagai pendidik adalah lain dari orang tua.
Orang tua menerima
tugasnya sebagai pendidik dari Tuhan atau karena sudah menjadi kodratnya. Guru
menerima tugas dan kekuasaan sebagai pendidik dari pemerintah atau Negara.[9]
Keterbatasan kemampuan
(intelektual, biaya, waktu) orang tua menyebabkan ia mengirim anaknya ke
sekolah. Orang tua meminta kepada sekolah agar dapat membantu untuk mendidik
anaknya agar menjadi yang terbaik. Inilah dasar kerjasama antara orang tua dan
sekolah dalam pembinaan anak atau peserta didik.
Dasar ini telah
disadari sejak dahulu hingga sekarang. Hanya saja, sekarang ini kesadaran
sebagian orang tua pada prinsip itu semakin berkurang. Orang tua cenderung
menuntut biaya sekolah anaknya semurah mungkin, jika mungkin gratis. Bila
anaknya nakal atau prestasi nilai akademiknya jelek, orang tua cenderung
menyalahkan guru di sekolah. Padahal sekolah itu tadinya memang hanya membantu
orang tua. Sekarang dibalik, orang tua malahan merasa membantu sekolah.
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah dalam proses pendidikan anak di sekolah, terdapat banyak
faktor yang berpengaruh atau berhubungan terhadap pencapaian prestasi belajar
peserta didik, seperti guru, lingkungan, sarana prasarana dan bahkan kerjasama
orang tua dengan guru[10].
Guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar
guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak peserta didik,
sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar
menjadi manusia yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Oleh sebab itu, peranan
guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin di tengah-tengah
peserta didiknya. Ia bertanggungjawab mengorganisasikan dan mengontrol peserta
didik memperoleh sajian belajar secara maksimal dan melaporkannya kepada orang
tua peserta didik sehingga setiap perkembangannya dapat dipantau secara
bersama-sama.
Pekerjaan guru
(pendidik) di sekolah akan lebih efektif apabila dia mengetahui latar belakang
dan pengalaman anak didik di rumah tangganya. Anak didik yang kurang maju dalam
pelajaran berkat kerjasama orang tua anak didik dengan pendidik, banyak
kekurangan anak didik yang dapat diatasi. Lambat laun juga orang tua menyadari
bahwa pendidikan atau keadaan lingkungan rumah tangga dapat membantu atau
menghalangi kesukaran anak di sekolah.[11]
Apa-apa yang dibawa
anak didik dari keluarganya, tidak mudah mengubahnya. Kenyataan ini harus
benar-benar disadari dan diketahui oleh pendidik. Oleh karena itu diperlukannya
kerjasama antara orang tua dan sekolah dalam pembinaan anak. Disini antara guru dan orang tua bisa
saling memberi informasi yang di lakukan anak baik di sekolah maupun di
rumah. Apakah ada perbedaan sikap yang di alami anak atau sikap anak yang tidak
biasanya di lakukan di rumah atau di sekolah dan juga guru bisa menganalisis
apa yang menjadi hambatan anak ketika mengikuti pembelajaran, sehingga bisa di
komunikasikan oleh guru kepada orang tua anak, begitu sebaliknya orang tua
harus bisa mengkomunikasikan dengan gurunya tentang keadaan anaknya di rumah,
dengan aktifitas pembelajaran yang disediakan di sekolah, guru bisa
mengetahui minat bakat anak.
Di
sekolah guru memberikan aktivitas kepada anak yang diarahkan sesuai
minat bakat anak, agar potensi ada pada anak bisa berkembang dengan baik dan
guru selalu menceritakan atau memberikan informasi tetang potensi anak yang
dimiliki kepada orang tua, sehingga tidak hanya di sekolah saja dikembangkan
potensi anak, tapi sehendaknya orang tua memfasilitasi anak, apa yang dibutuhkan
anak dalam mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki anaknya sehingga
perkembangan berkembang sesuai tahapannya dan lebih efektif dan efesien.
Melalui
kerjasama tersebut orang tua akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang
tingkat perkembangan anaknya dalam mengikuti pembelajaran disekolah sebaliknya,
guru dapat pula mendapatkan informasi tentang kondisi kejiwaan/psikologis anak
yang dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya, dan keadaan murid dalam
kehidupannya ditengah-tengah masyarakat dan sebagainya.
Berdasarkan uraian
tersebut penulis berpendapat, bahwa kerjasama orang tua dan sekolah dalam pembinaan
anak sangatlah penting. Kerjasama seperti ini sangatlah menguntungkan dalam mengoptimalkan
pembinaan terhadap anak yang dilakukan orang tua dan sekolah.
C.
BENTUK-BENTUK KERJASAMA ORANG TUA DAN SEKOLAH DALAM PEMBINAAN ANAK
Bertolak dari penghargaan atas apa
yang dimiliki anak dan penerimaan atas apa yang tidak dimiliki anak, orang tua
menjalin hubungan yang wajar dan berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki
anak untuk mempersiapkan tugasnya dimasa depan. Dengan demikian, sekolah juga
perlu melakukan usaha-usaha untuk menjalin kerjasama dengan orang tua peserta
didik untuk membicarakan hal apa yang perlu dibicarakan tentang kegiatan
pembelajaran di sekolah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan sekolah untuk mengadakan kerjasama dengan orang tua dalam pembinaan anaknya, yaitu:
1.
Mengadakan
pertemuan dengan orang tua pada hari penerimaan peserta didik baru, serta
membicarakan tentang perlunya kerjasama dalam mendidik anak-anaknya agar jangan
sampai timbul salah paham, mengadakan sekadar ceramah tentang cara-cara
mendidik anak-anak yang baru masuk sekolah, dan lain sebagainya.
2.
Mengadakan
surat-menyurat antara sekolah atau guru dengan pihak keluarga atau orang tua
peserta didik, terutama pada waktu-waktu yang sangat diperlukan bagi perbaikan
pendidikan anak-anak. Seperti surat peringatan dari guru kepada orang tua jika
anaknya perlu lebih giat belajar, bolos pada saat materi pembelajaran sedang berlangsung, dan lain-lain.
3.
Adanya daftar
nilai atau buku laporan yang setiap semester dibagikan kepada peserta didik. Pada saat inilah guru
meminta bantuan kepada orang tua peserta didik untuk memperhatikan prestasi
keberhasilan anaknya.
4.
Kunjungan
guru-guru ke rumah orang tua peserta didik, atau sebaliknya kunjungan orang tua
peserta didik ke sekolah. Hal ini lebih menguntungkan daripada hanya mengadakan
surat-menyurat saja. Tentu saja kunjungan guru ke rumah orang tua peserta didik
itu dilakukan bilamana diperlukan, misalnya, untuk membicarakan
kesulitan-kesulitan yang dialami di sekolah terhadap anak-anaknya atau
mengunjungi peserta didik yang sedang sakit untuk sekadar memberi hiburan.
Umumnya, orang tua merasa senang atas kunjungan guru itu karena Ia merasa bahwa
anaknya sangat diperhatikan oleh gurunya.
5.
Mengadakan
perayaan pesta sekolah atau pameran-pameran hasil karya peserta didik yang dihadiri oleh orang tua peserta didik.
6.
Mendirikan
perkumpulan orang tua peserta didik dan guru atau dikenal dengan Komite
Sekolah.[12]Dengan adanya wadah tesebut, dapat memberikan informasi kepada kedua
belah pihak antara orang tua dan sekolah tentang peningkatan kegiatan pembelajaran oleh peserta didik baik di
sekolah maupun di rumah.
7.
Orang tua
dan sekolah berkerjasama dengan organisasi bisnis, agen pemerintah lokal, dan
kelompok sukarelawan untuk membentuk kerjasama yang mendukung program sekolah.[13]
Dari penjelasan itu,
penulis berpendapat bahwa dengan terjalinnya kerjasama orang tua dan guru yang
baik, dapat memudahkan hubungan yang harmonis antara keduanya, sehingga
kegiatan pembelajaran baik dilaksanakan di sekolah maupun di rumah berjalan
dengan baik. Karena orang tua tidak mungkin memberikan pengetahuan sepenuhnya
kepada anak-anaknya tanpa adanya guru, begitu pula sebaliknya guru tidak
berhasil dalam membina anaknya tanpa adanya perhatian orang tua terhadap
kegiatan belajar anaknya.
[1]Zakiah
Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda
Karya 1998), h. 47
[2]Ali
Hamdi Muda’im, Ramalan-ramalan Rasulullah SAW Tentang Akhir Zaman,
(Jakarta: CV Bintang Pelajar,1987), h. 39
[3]Ahmad Tafsir.
Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1996),
h. 8
[4]Mappanganro, Rasyid Ridba dan Pemikirannya Tentang
Pendidikan Formal (Makassar: Alauddin Press, 2008), h. 40.
[5]Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Saleh, Prinsip-prinsip Pendidikan Anak
dalam Islam, ( Bandung: Al-Bayan, 1995), Cet. 1, h. 39
[6]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1994), h. 182.
[8]Moh.
Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri
(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 17.
[13]Jane Brooks, The Process of Parenting, Alih
Bahasa Rahmat Fajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), h. 528.
bagus...
BalasHapusjangan lupa kunjungi juga blog saya
https://imronppt.wordpress.com/
Terimakasih banyak, semoga bermanfaat
Hapus