Jumat, 23 Desember 2016

Tugas Kuliah

TUGAS TERSTRUKTUR
DOSEN PENGASUH
Psikologi Pendidikan Islam
Dr. Hj. Romdiyah, M. Pd





KERJASAMA ORANG TUA DAN SEKOLAH
DALAM PEMBINAAN ANAK
(Tinjauan Islam dan Psikologi)



Oleh:

IDRUS  : 1502521472
NORMALIANA : 1502521465




  







INSTITUT AGAMA  ISLAM NEGERI ANTASARI
PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN

2016






BAB I
PENDAHULUAN

Kerjasama artinya melakukan sesuatu kegiatan yang serupa atau tidak berbeda, tidak berlainan. Dari pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa kerjasama adalah melakukan suatu kegiatan yang serupa secara bersama-sama atau berkelompok, kerjasama yang dimaksud dalam makalah ini adalah kerjasama antara orang tua dan sekolah yang dilakukan secara bersama-sama dalam rangka pembinaan anak didik.
Pembinaan dapat diartikan suatu proses pembuatan, pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Sistem pendidikan Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan pantauan orangtua. Orangtua dan sekolah harus benar-benar memperhatikan setiap hubungan yang terjalin. Maka dari itu perlu adanya kerjasama antara orang tua dan sekolah dalam pembinaan anak.
Berikut ini akan dibahas mengenai kerjasama antara orang tua dan sekolah dalam pembinaan anak ditinjau dari agama Islam dan psikologis, serta bentuk-bentuk kerjasamanya. Semoga bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  KERJASAMA ORANG TUA DAN SEKOLAH DALAM PEMBINAAN ANAK TINJAUAN ISLAM

Allah Swt menganugerahkan potensi, bakat dan kemampuan seperti berpikir, berbahagia, mengindra, dan lain sebagainya pada diri manusia ketika berada dalam rahim. Setelah manusia lahir atas hidayah Allah segala potensi dan bakat itu berkembang, dengan potensi tersebut manusia belajar dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Kondisi awal manusia dan proses pendidikan tersebut diisyaratkan oleh Allah dalam Alquran surah An-Nahl ayat 78, sebagai berikut:

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.

Artinya: “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”
Seorang individu pertama kali dalam kehidupannya memperoleh pendidikan dilingkungan keluarganya. Pendidikan yang diterima di keluarga merupakan dasar dari pendidikan, kemudian dilanjutkan di sekolah dan di masyarakat. Sebagai mana yang dijelaskan oleh Zakiah Daradjat bahwa keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan  anak, jika dalam suasana keluarga itu baik dan menyenangkan maka anak akan tumbuh dengan baik pula, jika tidak, tentu akan terhambat pertumbuhan anak tersebut.[1]
Anak adalah amanah Allah SWT yang wajib dipertanggung jawabkan di mana tanggung jawab itu tidaklah ringan sehingga tidak boleh di abaikan begitu saja, sebagai mana yang di ungkapkan oleh Al-Hamdi Muda’im bahwa Anak adalah amanat Allah SWT  yang harus di emban dengan baik oleh setiap orang tuanya. Mulai dari kecil sampai dewasa orang tua berkewajiban membimbing, mengarahkan dan mendidik menuju pemahaman ajaran agama Islam. Sebab baik atau tidaknya anak setelah dewasa banyak ditentukan oleh keberhasilan orang tua membimbing semenjak anak itu masih kecil.[2]
Orang tua harus mampu menciptakan suasana belajar dalam keluarga dalam rangka membina anaknya agar menjadi lebih baik dan tidak menyimpang dari fitrahnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُّ مَوْلُوْدٍ  يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ.

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak yang lahir, dia terlahir atas fithrah, maka tergantung kedua orang tuanya yang menjadikan dia orang Yahudi, Nashrani, atau Majusi. (HR. Al-Bukhari)
Ahmad Tafsir, mengatakan orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal menanamkan keimanan bagi anaknya[3]. Mappanganro juga berpendapat, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam rangka pembinaan pertumbuhan dan perkembangan anak dan begitu pula agar rumah tangga merupakan tempat pertama dan utama dalam usaha menanamkan akhlak mulia terhadap anak.[4]
Orang tua merupakan sosok yang paling bertanggung jawab terhadap pembinaan anak, hal ini terdapat pada Alquran surat At-Tahrim ayat 6, sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Dalam melaksanakan kewajibannya sebagai orang tua, orang tua dibolehkan memukul anaknya dalam rangka pembinaan anak agar menjadi insan kamil. Sabda Rasullulah Saw:

مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ

Artinya: “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika melalaikannya, ketika mereka berusia sepuluh tahun…” (HR. Abu Dawud).
Hadits ini menunjukkan kebolehan memukul anak untuk tujuan pendidikan karena terjadi pelanggaran syariat, di usia dimana anak siap untuk menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya (yakni di usia 10 tahun tersebut). Dan sebenarnya perkara memukul anak saat ia tidak mau shalat, bukan hanya karena dia meninggalkan shalat saja, tetapi juga jika sikapnya meremehkan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya dan wajibnya. Jika mereka lalai dalam sebagiannya, maka kita kuatkan lagi nasehatnya, diajarkan terus menerus. Jika masih juga lalai, boleh diperingatkan dengan pukulan hingga shalatnya benar.
Kegiatan pembelajaran bukan saja tanggung jawab guru di sekolah, tetapi juga merupakan tanggung jawab semua pihak termasuk orang tua peserta didik. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi peserta didik, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Sekolah hanyalah sekedar membantu orang tua dalam membina anaknya agar menjadi lebih baik.
Guru perlu menyadari bahwa ia melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah dan orang tua peserta didik. Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidik harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri. Ia harus berusaha dengan ikhlas agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Pendidik tidak boleh merasa benci kepada peserta didik karena sifat-sifat yang tidak disenanginya.
Kecenderungan anak untuk meniru guru dan orang tua karena mereka menganggap  orang tua dan guru merupakan tokoh yang perlu mereka tiru dalam kehidupannya,[5] sehingga sikap dan perbuatan yang dilakukan oleh orang tua di rumah sering pula dilakukan oleh anaknya apa bila hal tersebut diketahuinya. Para ahli jiwa berpendapat bahwa “dalam segala hal anak merupakan peniru yang  ulung.[6]
Justru itu orang tua harus mempertimbangkan sikap dan perbuatan sehari- hari di depan anak-anaknya, karena tindakan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kepribadian anak melalui pengalamannya, sebagai mana yang di ungkapkan oleh Zakiah Daradjat: “Pembinaan anak akan terjadi melalui pengalaman dan kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil  oleh orang tua dimulai dari kebiasaan  hidup sesuai dengan nilai-nilai moral yang ditiru dari orang tuanya dan mendapat latihan-latihan untuk itu”.[7]
Guru dan orang tua pada hakekatnya memiliki tujuan yang sama dalam pendidikan anak, yaitu mendidik, membimbing, membina serta memimpin anaknya menjadi orang dewasa serta dapat memperoleh kebahagiaan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Seorang guru akan senang melihat siswanya, ketika siswanya tersebut memiliki prestasi. Dan demikian pula orang tua akan lebih senang lagi bahkan bangga ketika anaknya memiliki prestasi. Karena itu guru dan orang tua memiliki tujuan yang sama dalam mendidik.
Untuk dapat mewujudkan harapan tersebut, tentunya harus ada kerjasama yang baik antara guru dan orang tua. Kerjasama yang baik antara guru dan orang tua sangat penting karena dua pihak inilah yang setiap hari berhadapan langsung dengan siswa. Jika kerja sama antara guru dan orang tua kurang, maka pendidikan tidak akan berjalan dengan baik bahkan pendidikan yang direncanakan tersebut tidak akan berhasil dengan baik.  Kerjasama antara orang tua dan guru akan mendorong siswa untuk senantiasa melaksanakan tugasnya sebagai pelajar, yakni belajar dengan tekun dan bersemangat.
Selanjutnya, Interaksi yang baik antara orang tua dan guru yang benilai informasi tentang situasi dan kondisi setiap siswa, akan melahirkan suatu bentuk kerja sama yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah. Hubungan kerja sama tersebut sangatlah penting. Sebab dengan adanya kerjasama tersebut orang tua dan guru dapat mengetahui kondisi siswa baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Dalam hal ini guru dapat memperoleh informasi dari orang tua, bagaimana siswa tersebut ketika berada dirumah, apakah dirumah siwa mengulang pelajaran atau tidak dan sebagainya. Demikian juga orang tua juga dapat memperoleh informasi dari guru yaitu tentang bagaimana kemajuan siswa tersebut dalam belajar dan bagaimana sikap seorang siswa tersebut ketika dilingkungan sekolah.
Namun, yang terjadi dalam prakteknya adalah ada sebagian orang tua yang beranggapan bahwa setelah anak dimasukkan dalam lingkungan sekolah, maka tanggung jawab diserahkan oleh guru seutuhnya. Padahal hal tersebut adalah tindakan yang salah. Orang tua yang berhadapan langsung dengan siswa di rumah, memiliki peran yang tidak kalah penting bahkan jauh lebih besar dari guru. Sebagian besar waktu siswa habis di rumah bukan di sekolah. Di sekolah siswa belajar antara 6 hingga 7 jam sedangkan sisanya banyak dihabiskan di rumah. Oleh karena itu, sangat tidak pantas jika orang tua menyerahkan semua tanggung jawab kepada guru di sekolah. Meskipun wacana akan diadakannya 8 jam belajar di sekolah atau nantinya akan diberlakukan full day school, tanggung jawab orang tua sebagai pendidik dan pengasuh akan tetap berlaku.
Waktu yang dimiliki guru untuk mendidik siswa di lingkungan sekolah sangat terbatas. Bahkan seorang guru dalam prakteknya dilingkungan sekolah harus memperhatikan banyak siswa. Tentunya hal ini tidaklah mungkin dilakukan jika orang tua menyerahkan semuanya tentang kemajuan siswa ditangan guru seutuhnya. Dan sangat tidak mungkin jika guru hanya memperhatikan satu siswa saja. Contoh guru bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI) setiap masuk ke kelas mengajak siswanya salat dhuhur di sekolah. Guru juga berpesan pada siswa untuk salat ketika di rumah. Namun, ternyata orang tua tidak melanjutkan untuk mengajak anak salat di rumah. Hal ini tentunya membuat anak tidak disiplin dalam beribadah salat hingga akhirnya salat hanya menjadi teori pelajaran bagi anak di sekolah.
Contoh di atas tersebut membuktikan kepada kita bahwa kerjasama antara orang tua dan guru sangatlah penting. Guru di sekolah mendidik dengan sepenuh hati, demikian pula orang tua sepenuh hati mendidik anaknya di rumah. Bukan zamannya lagi jika orang tua berkata menyerahkan tugas dan tanggungjawab pendidikan anaknya kepada guru dan berharap guru dapat menjadikan anaknya pintar dan berakhlak mulia, namun orang tua tidak turut ikut campur tangan mendidik anaknya.
Orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap anaknya bukan saja hanya menyiapkan makan, pakaian dan tempat tinggal. Namun lebih dari itu, orang tualah yang sesungguhnya menjadi pendidik utama bagi anak-anaknya. Hal inilah yang belum disadari  oleh sebagian besar masyarakat. Karena itu, tentu akan lebih baik jika guru rutin mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa untuk melakukan konsultasi terhadap kemajuan dan masalah yang dihadapi oleh anak tersebut. Dalam kegiatan konsultasi tersebut, orang tua yang satu dengan yang lain bisa saling bertukar cerita atau masalah yang dihadapi anaknya masing-masing. Saling memberi masukan dan mencari pemecahan masalah bersama. Guru juga bisa menyampaikan hal-hal baru yang harus dilakukan orang tuanya di rumah saat mendampingi anak-anaknya. Bahkan, sangat baik jika sekolah memfasilitasi setiap kali pertemuan guru dan orang tua, didatangkan pembicara yang merupakan ahli dalam pendidikan. Pengetahuan orang tua siswa dalam mendidik anak akan bertambah. Pendidikan pada siswa akan membuahkan hasil lebih baik. Karena itu, Guru dan orang tua sebenarnya sama-sama memiliki kewajiban untuk menyukseskan belajar siswa. Untuk itu, baik guru maupun orang tua harus sama-sama aktif mempererat kerjasama di antara keduanya. jika kerjasama antara orang tua orang tua dapat terjalin dengan baik, maka sedikit demi sedikit pendidikan di Indonesia akan semakin memiliki kualitas yang baik dan tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai dengan optimal.

B.  KERJASAMA ORANG TUA DAN SEKOLAH DALAM PEMBINAAN ANAK TINJAUAN PSIKOLOGI

Secara psikologis keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling rnemperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan secara pedagogis keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri.[8]
Pendidikan dalam keluarga dilakukan oleh kedua orang tua. Orang tua pendidik pertama dan utama dalam melakukan pembinaan terhadap anak. Hal ini sesuai dengan teori John Locke bahwa anak laksana kertas putih bersih yang di atasnya dapat ditulis apa saja menurut keinginan orang tua dan para pendidik, atau laksana lilin lembut yang dapat dibentuk menjadi apa saja menurut keinginan pembentuknya. Untuk membentuk anak-anak yang baik, dan cakap dalam kehidupannya, tangan-tangan orang tualah yang dapat menentukannya.
Sudah sewajarnya bahwa keluarga, terutama orang tua memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang. Perasaan kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya, secara alami, tidak karena dipaksa atau disuruh oleh orang lain. Demikian pula, perasaan kasih sayang orang tua terhadap anaknya adalah kasih sayang sejati, yang timbul dengan spontan, tidak dibuat-buat. Di rumah anak menerima kasih sayang yang besar dari orang tuanya. Menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang tuanya. Sedangkan sekolah adalah buatan manusia.
 Sekolah didirikan oleh masyarakat atau negara untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberi bekal persiapan hidup bagi anak-anaknya. Untuk mempersiapkan anak agar hidup dengan cukup bekal dengan kepandaian dan kecakapan dalam masyarakat yang modern, yang telah tinggi kebudayaannya seperti sekarang ini, anak-anak tidak cukup hanya menerima pendidikan dan pengajaran dari keluarganya saja. Maka dari itulah, masyarakat atau negara mendirikan sekolah-sekolah. Guru sebagai pendidik adalah lain dari orang tua.
Orang tua menerima tugasnya sebagai pendidik dari Tuhan atau karena sudah menjadi kodratnya. Guru menerima tugas dan kekuasaan sebagai pendidik dari pemerintah atau Negara.[9]
Keterbatasan kemampuan (intelektual, biaya, waktu) orang tua menyebabkan ia mengirim anaknya ke sekolah. Orang tua meminta kepada sekolah agar dapat membantu untuk mendidik anaknya agar menjadi yang terbaik. Inilah dasar kerjasama antara orang tua dan sekolah dalam pembinaan anak atau peserta didik.
Dasar ini telah disadari sejak dahulu hingga sekarang. Hanya saja, sekarang ini kesadaran sebagian orang tua pada prinsip itu semakin berkurang. Orang tua cenderung menuntut biaya sekolah anaknya semurah mungkin, jika mungkin gratis. Bila anaknya nakal atau prestasi nilai akademiknya jelek, orang tua cenderung menyalahkan guru di sekolah. Padahal sekolah itu tadinya memang hanya membantu orang tua. Sekarang dibalik, orang tua malahan merasa membantu sekolah.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam proses pendidikan anak di sekolah, terdapat banyak faktor yang berpengaruh atau berhubungan terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik, seperti guru, lingkungan, sarana prasarana dan bahkan kerjasama orang tua dengan guru[10]. Guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak peserta didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Oleh sebab itu, peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin di tengah-tengah peserta didiknya. Ia bertanggungjawab mengorganisasikan dan mengontrol peserta didik memperoleh sajian belajar secara maksimal dan melaporkannya kepada orang tua peserta didik sehingga setiap perkembangannya dapat dipantau secara bersama-sama.
Pekerjaan guru (pendidik) di sekolah akan lebih efektif apabila dia mengetahui latar belakang dan pengalaman anak didik di rumah tangganya. Anak didik yang kurang maju dalam pelajaran berkat kerjasama orang tua anak didik dengan pendidik, banyak kekurangan anak didik yang dapat diatasi. Lambat laun juga orang tua menyadari bahwa pendidikan atau keadaan lingkungan rumah tangga dapat membantu atau menghalangi kesukaran anak di sekolah.[11]
Apa-apa yang dibawa anak didik dari keluarganya, tidak mudah mengubahnya. Kenyataan ini harus benar-benar disadari dan diketahui oleh pendidik. Oleh karena itu diperlukannya kerjasama antara orang tua dan sekolah dalam pembinaan anak. Disini antara guru dan orang tua bisa saling  memberi informasi yang di lakukan anak baik di sekolah maupun di rumah. Apakah ada perbedaan sikap yang di alami anak atau sikap anak yang tidak biasanya di lakukan di rumah atau di sekolah dan juga guru bisa menganalisis apa yang menjadi hambatan anak ketika mengikuti pembelajaran, sehingga bisa di komunikasikan oleh guru kepada orang tua anak, begitu sebaliknya orang tua harus bisa mengkomunikasikan dengan gurunya tentang keadaan anaknya di rumah, dengan aktifitas pembelajaran yang disediakan  di sekolah, guru bisa mengetahui minat bakat anak.
Di sekolah guru memberikan  aktivitas kepada anak  yang diarahkan sesuai minat bakat anak, agar potensi ada pada anak bisa berkembang dengan baik dan guru selalu menceritakan atau memberikan informasi tetang potensi anak yang dimiliki kepada orang tua, sehingga tidak hanya di sekolah saja dikembangkan potensi anak, tapi sehendaknya orang tua memfasilitasi anak,  apa yang dibutuhkan anak dalam mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki anaknya sehingga perkembangan berkembang sesuai tahapannya dan lebih efektif dan efesien.
Melalui kerjasama tersebut orang tua akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang tingkat perkembangan anaknya dalam mengikuti pembelajaran disekolah sebaliknya, guru dapat pula mendapatkan informasi tentang kondisi kejiwaan/psikologis anak yang dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya, dan keadaan murid dalam kehidupannya ditengah-tengah masyarakat dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat, bahwa kerjasama orang tua dan sekolah dalam pembinaan anak sangatlah penting. Kerjasama seperti ini sangatlah menguntungkan dalam mengoptimalkan pembinaan terhadap anak yang dilakukan orang tua dan sekolah.


C.  BENTUK-BENTUK KERJASAMA ORANG TUA DAN SEKOLAH DALAM PEMBINAAN ANAK

Bertolak dari penghargaan atas apa yang dimiliki anak dan penerimaan atas apa yang tidak dimiliki anak, orang tua menjalin hubungan yang wajar dan berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki anak untuk mempersiapkan tugasnya dimasa depan. Dengan demikian, sekolah juga perlu melakukan usaha-usaha untuk menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik untuk membicarakan hal apa yang perlu dibicarakan tentang kegiatan pembelajaran di sekolah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan sekolah untuk mengadakan kerjasama dengan orang tua dalam pembinaan anaknya, yaitu:
1.    Mengadakan pertemuan dengan orang tua pada hari penerimaan peserta didik baru, serta membicarakan tentang perlunya kerjasama dalam mendidik anak-anaknya agar jangan sampai timbul salah paham, mengadakan sekadar ceramah tentang cara-cara mendidik anak-anak yang baru masuk sekolah, dan lain sebagainya.
2.    Mengadakan surat-menyurat antara sekolah atau guru dengan pihak keluarga atau orang tua peserta didik, terutama pada waktu-waktu yang sangat diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak-anak. Seperti surat peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih giat belajar, bolos pada saat materi pembelajaran sedang berlangsung, dan lain-lain.
3.    Adanya daftar nilai atau buku laporan yang setiap semester dibagikan kepada peserta didik. Pada saat inilah guru meminta bantuan kepada orang tua peserta didik untuk memperhatikan prestasi keberhasilan anaknya.
4.    Kunjungan guru-guru ke rumah orang tua peserta didik, atau sebaliknya kunjungan orang tua peserta didik ke sekolah. Hal ini lebih menguntungkan daripada hanya mengadakan surat-menyurat saja. Tentu saja kunjungan guru ke rumah orang tua peserta didik itu dilakukan bilamana diperlukan, misalnya, untuk membicarakan kesulitan-kesulitan yang dialami di sekolah terhadap anak-anaknya atau mengunjungi peserta didik yang sedang sakit untuk sekadar memberi hiburan. Umumnya, orang tua merasa senang atas kunjungan guru itu karena Ia merasa bahwa anaknya sangat diperhatikan oleh gurunya.
5.    Mengadakan perayaan pesta sekolah atau pameran-pameran hasil karya peserta didik yang dihadiri oleh orang tua peserta didik.
6.    Mendirikan perkumpulan orang tua peserta didik dan guru atau dikenal dengan Komite Sekolah.[12]Dengan adanya wadah tesebut, dapat memberikan informasi kepada kedua belah pihak antara orang tua dan sekolah tentang peningkatan kegiatan pembelajaran oleh peserta didik baik di sekolah maupun di rumah.
7.    Orang tua dan sekolah berkerjasama dengan organisasi bisnis, agen pemerintah lokal, dan kelompok sukarelawan untuk membentuk kerjasama yang mendukung program sekolah.[13]
Dari penjelasan itu, penulis berpendapat bahwa dengan terjalinnya kerjasama orang tua dan guru yang baik, dapat memudahkan hubungan yang harmonis antara keduanya, sehingga kegiatan pembelajaran baik dilaksanakan di sekolah maupun di rumah berjalan dengan baik. Karena orang tua tidak mungkin memberikan pengetahuan sepenuhnya kepada anak-anaknya tanpa adanya guru, begitu pula sebaliknya guru tidak berhasil dalam membina anaknya tanpa adanya perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar anaknya.




[1]Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya 1998), h. 47
[2]Ali Hamdi Muda’im, Ramalan-ramalan Rasulullah SAW Tentang Akhir Zaman, (Jakarta: CV Bintang Pelajar,1987), h. 39

[3]Ahmad Tafsir. Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996), h. 8

[4]Mappanganro, Rasyid Ridba dan Pemikirannya Tentang Pendidikan Formal (Makassar: Alauddin Press, 2008), h. 40.
[5]Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Saleh, Prinsip-prinsip Pendidikan Anak dalam Islam, ( Bandung: Al-Bayan, 1995), Cet. 1, h. 39

[6]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 182.
[7]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 101
[8]Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 17.
[9]M. Ngalim Purwanto, Limit Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 124.
[10]Syaiful Bahri Djamarah. Psikologi Belajar, (Jakarta:  Rineka Cipta, 2002), h. 73

[11]Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 90
[12]M. Ngalim Purwanto, Limit Pendidikan, h. 128-129.

[13]Jane Brooks, The Process of Parenting, Alih Bahasa Rahmat Fajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), h. 528.

2 komentar:

  1. bagus...
    jangan lupa kunjungi juga blog saya
    https://imronppt.wordpress.com/

    BalasHapus